MEMBANGUN KEDAULATAN ISLAMIYAH

By Abdullah Abus - 6:59 AM



Oleh: A. Abus

Bismillah...

"Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan, sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan pada saat itu dan sebaik baik pasukan adalah pasukan pada saat itu."

Hadits ini sangatlah terkenal. Banyak orang yang tahu, hafal bahkan menyukainya. Bisyaroh Rasulullah yang menjadi kenyataan pada tahun 1453 M. Penaklukan Konstantinopel yang dilakukan oleh seorang pemuda berumur kira2 21 tahun. Muhammad ats-Tsani atau lebih dikenal dengan Muhammad al-Fatih. Muhammad ats-Tsani adalah anak dari Sultan Murod.
Sultan Murod adalah seorang Sultan dari dinasti Utsmaniyyah. Sultan Murod jelas adalah orang yang shaleh. Ilmunya pun mumpuni, ibadahnya rajin, berakhlak yang baik, dekat dengan Allah. Beliau berkeinginan untuk menaklukkan Konstantinopel yang sebenarnya sudah takluk semasa Nabi Muhammad Saw mengabarkannya. Tinggal menunggu waktunya saja.
Maka dari itu, beliau menghimpun pasukan yang besar untuk menembus benteng Konstantinopel yang terkenal sulit untuk ditembus. Pertempuran dahsyat terjadi dan hasilnya nihil. Beliau gagal untuk menaklukkan Konstantinopel.
Beliau lalu mengkaji ulang hadits di atas tadi. Ternyata ada yang salah. Memang beliau adalah pemimpin yang shaleh, tapi tidak untuk pasukannya. Masih ada yang bermaksiat. Beliau lalu mendelegasikan tugas itu ke tampuk anaknya, Muhammad ats-Tsani yang masih kecil. Dihimpunlah ulama2 yang mumpuni dan shaleh untuk mengajari anaknya banyak ilmu (baik ilmu dunia maupun ilmu agama) sampai ia dewasa.
Masya Allah, Konstantinopel pun akhirnya ditembus oleh Muhammad ats-Tsani dengan luar biasa sehingga beliau digelari al-Fatih. Jadilah beliau sebaik2 pemimpin dan pasukannya sebaik2 pasukan. Seorang pemimpin dan pasukan yang shaleh, tak pernah bermaksiat. Luar biasa.
Apa maksud dari tulisan ini?
Ternyata kebangkitan Islam bukan dengan cara memiliki pemimpin yang shaleh saja. Tidak bisa! Kita memerlukan pasukan2 yang shaleh juga. Sebagaimana hadits itu, pemimpin dan pasukannya harus terbaik. Jadi bisa dianalogikan kalau ingin suatu negara menjadi sebuah ke-Khilafah-an, perlu memiliki pemimpin dan pasukan (atau rakyat) yang terbaik juga.
Kita tak bisa memaksakan kehendak agar orang banyak menjalankan syariat Islam secara kaffah. Itu karena orang banyak memerlukan proses untuk menerapkan syariat Islam minimal di dirinya sendiri, lalu menyebar ke keluarga, desa, provinsi bahkan negara. Negara Islam tak akan bisa berdiri apabila rakyatnya tidak menerapkan syariat Islam dengan “kemauan” mereka sendiri. Tidak bisa pemimpin memaksa agar masyarakat menerima dengan mentah2 begitu saja. Perlu proses dan itu perlu waktu yang lama.
Tapi ini tidak diisyaratkan bahwa untuk berdirinya negara Islam, harus menunggu semua orang menerapkan syariat. Terlalu lama. Untuk itu, perlu menghimpun pasukan2 khusus yang siap untuk membela Islam dengan gagah berani dulu. Tentu saja pasukan2 yang kaffah dalam Islamnya.
Khilafah akan mulai berdiri saat Imam Mahdi tampil ke panggung dunia. Sayangnya Dajjal akan memfitnah beliau dengan mengatakan kalau beliau (Imam Mahdi) adalah Dajjal dan dia (Dajjal) adalah Imam Mahdi. Dengan propaganda media massa, tentu akan mudah sekali melakukannya. Lebih mengerikannya, banyak umat Islam yang percaya dan memerangi Imam Mahdi.
Khilafah akan berdiri, Roma akan ditaklukkan. Itu adalah pasti. Tapi yang harusnya menjadi sebuah pertanyaan, apakah kita akan menjadi bagian dari pasukan2 khusus itu? Sudahkah kita menerapkan syariat Islam dalam diri kita sendiri sebelum menerapkannya ke keluarga?
Wallahu a’lam.

*Intisari dari ceramah Ust. Roni Abdul Fattah, Lc.


Bandung, 14 Juni 2013

  • Share:

You Might Also Like

0 comments