Bismillah...
"Sungguh
Konstantinopel akan ditaklukkan, sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan
pada saat itu dan sebaik baik pasukan adalah pasukan pada saat itu."
Hadits ini
sangatlah terkenal. Banyak orang yang tahu, hafal bahkan menyukainya. Bisyaroh
Rasulullah yang menjadi kenyataan pada tahun 1453 M. Penaklukan Konstantinopel
yang dilakukan oleh seorang pemuda berumur kira2 21 tahun. Muhammad ats-Tsani
atau lebih dikenal dengan Muhammad al-Fatih. Muhammad ats-Tsani adalah anak
dari Sultan Murod.
Sultan Murod
adalah seorang Sultan dari dinasti Utsmaniyyah. Sultan Murod jelas adalah orang
yang shaleh. Ilmunya pun mumpuni, ibadahnya rajin, berakhlak yang baik, dekat
dengan Allah. Beliau berkeinginan untuk menaklukkan Konstantinopel yang
sebenarnya sudah takluk semasa Nabi Muhammad Saw mengabarkannya. Tinggal
menunggu waktunya saja.
Maka dari itu,
beliau menghimpun pasukan yang besar untuk menembus benteng Konstantinopel yang
terkenal sulit untuk ditembus. Pertempuran dahsyat terjadi dan hasilnya nihil.
Beliau gagal untuk menaklukkan Konstantinopel.
Beliau lalu
mengkaji ulang hadits di atas tadi. Ternyata ada yang salah. Memang beliau
adalah pemimpin yang shaleh, tapi tidak untuk pasukannya. Masih ada yang
bermaksiat. Beliau lalu mendelegasikan tugas itu ke tampuk anaknya, Muhammad
ats-Tsani yang masih kecil. Dihimpunlah ulama2 yang mumpuni dan shaleh untuk
mengajari anaknya banyak ilmu (baik ilmu dunia maupun ilmu agama) sampai ia
dewasa.
Masya Allah,
Konstantinopel pun akhirnya ditembus oleh Muhammad ats-Tsani dengan luar biasa
sehingga beliau digelari al-Fatih. Jadilah beliau sebaik2 pemimpin dan
pasukannya sebaik2 pasukan. Seorang pemimpin dan pasukan yang shaleh, tak
pernah bermaksiat. Luar biasa.
Apa maksud dari
tulisan ini?
Ternyata
kebangkitan Islam bukan dengan cara memiliki pemimpin yang shaleh saja. Tidak
bisa! Kita memerlukan pasukan2 yang shaleh juga. Sebagaimana hadits itu,
pemimpin dan pasukannya harus terbaik. Jadi bisa dianalogikan kalau ingin suatu
negara menjadi sebuah ke-Khilafah-an, perlu memiliki pemimpin dan pasukan (atau
rakyat) yang terbaik juga.
Kita tak bisa
memaksakan kehendak agar orang banyak menjalankan syariat Islam secara kaffah.
Itu karena orang banyak memerlukan proses untuk menerapkan syariat Islam
minimal di dirinya sendiri, lalu menyebar ke keluarga, desa, provinsi bahkan
negara. Negara Islam tak akan bisa berdiri apabila rakyatnya tidak menerapkan
syariat Islam dengan “kemauan” mereka sendiri. Tidak bisa pemimpin memaksa agar
masyarakat menerima dengan mentah2 begitu saja. Perlu proses dan itu perlu
waktu yang lama.
Tapi ini tidak
diisyaratkan bahwa untuk berdirinya negara Islam, harus menunggu semua orang
menerapkan syariat. Terlalu lama. Untuk itu, perlu menghimpun pasukan2 khusus
yang siap untuk membela Islam dengan gagah berani dulu. Tentu saja pasukan2
yang kaffah dalam Islamnya.
Khilafah akan mulai
berdiri saat Imam Mahdi tampil ke panggung dunia. Sayangnya Dajjal akan
memfitnah beliau dengan mengatakan kalau beliau (Imam Mahdi) adalah Dajjal dan dia
(Dajjal) adalah Imam Mahdi. Dengan propaganda media massa, tentu akan mudah
sekali melakukannya. Lebih mengerikannya, banyak umat Islam yang percaya dan
memerangi Imam Mahdi.
Khilafah akan
berdiri, Roma akan ditaklukkan. Itu adalah pasti. Tapi yang harusnya menjadi
sebuah pertanyaan, apakah kita akan menjadi bagian dari pasukan2 khusus itu?
Sudahkah kita menerapkan syariat Islam dalam diri kita sendiri sebelum
menerapkannya ke keluarga?
Wallahu a’lam.
*Intisari dari
ceramah Ust. Roni Abdul Fattah, Lc.
Bandung, 14
Juni 2013
0 comments