Nggak ada ide
buat nulis? Itu kan nggak mungkin. Yang ada cuma malas mikir aja. Semua bisa
jadi cerita kok. Saya saja sering buat cerita dari hal2 yang sepele. Sangat
sepele malah.
Misalnya, waktu
itu saya sempat mengubur kelinci (keponakan saya beli 2 ekor, mati gara2 nggak
ngerti ngurusnya). Saya yang menggali kuburnya (keren ya, haha), lumayan dalam
lubangnya pakai sendok semen (entah nama aslinya apa) dan bedog (aduhh),
lumayan menguras tetangga.
Saat itu saya
berpikir, wah ternyata lelah juga ya menggali kubur. Bahkan untuk sekadar
kuburan kelinci. Kita harusnya prihatin dengan penggali kuburan manusia. Lebih
dalam dan lebih lebar. Belum suasana terik matahari yang menyengat sangat.
Begitu menyiksa.
Tapi saya tidak
merekomendasikan Anda semua menggali kubur (apalagi menggali kuburan
sendiri :3), tapi mengambil ibroh dari
situ. Jangan sepelekan tukang gali kubur, hanya karena mereka meminta bayaran
yang nggak kita suka, lantas kita mendumel di hati.
Mungkin kalau penggali
kubur itu tahu, dia bakal teriak, “Gali aja sendiri tuh kuburan! Gitu aja kok
repot!”
Nah, itu bisa
dijadikan bahan tulisan kan. Tinggal kreatifitas otak kita saja yang tinggal membuatnya.
Ada lagi nih
cerita, tentang seorang kakek pengumpul kayu dan bekas minuman (macam Teh S***
dan F****** gitu). Ibu saya sering membantu Abah Mahdi (namanya) mengumpulkan
bekas minuman itu di belakang. Kalau Abah Mahdi datang, Ibu saya memberikannya.
Bahkan Ibu saya memberikan seplastik mie bakso gratis karena kasihan, Abah Mahdi
rumahnya jauh. Umurnya kira2 70 tahunan. Begitu ringkih, tak sekekar dulu.
Saya yang
melihat Ibu saya melakukan itu (saya belajar dari perbuatan Ibu, bukan
perkataan), saya sering melakukannya juga (kebetulan Ayah saya berjualan bakso
dan saya membantunya di rumah).
Abah Mahdi
hanya datang seminggu sekali untuk mencari kayu. Sebulan yang lalu, Abah Mahdi
tidak datang2 padahal sudah 3 minggu lewat. Kami tidak ambil pusing, nanti juga
bakal datang. Akhirnya kami menumpuk bekas2 minuman itu dibelakang sampai tiga
karung untuk diberikan pada beliau.
Tapi sayangnya,
Abah Mahdi tidak datang2. Hingga tersiar kabar kalau Abah Mahdi sudah meninggal
beberapa minggu yang lalu (sebulan sudah Abah Mahdi tidak datang), katanya
karena sakit yang dideritanya. Innalilillahi wa inna ilayhi raji’un!
Saya merasa
sangat sedih. Karena saya tidak tahu dimana rumahnya, kalau tahu pasti akan
saya datangi. Tapi itulah takdir, tak ada yang tahu.
Abah Mahdi
tinggal sebatang kara, istrinya sudah lama meninggal. Saya merasa terharu saat
menyapanya, sementara beliau menjawab dengan bahasa sunda yang sudah tak saya
pahami lagi. Beliau sudah sulit berbicara sepertinya.
Jalannya yang
selangkah demi selangkah, agak bungkuk, keriput wajahnya dan semangatnya untuk
mencari nafkah, membuat saya kagum dan miris.
Ya, segala
sesuatu bisa dijadikan cerita. Kalau mau menulis, tulis saja! Bahkan sekadar
melihat motor melaju bagaikan Rossi (sepertinya Rossi pun tak akan seperti itu)
bisa dijadikan cerita. Kita yang terpeleset atau galau karena tugas, bisa
dijadikan cerita.
Lalu, bagikan
pada banyak orang. Bagikan!
Semoga saja
banyak orang yang akan mendapatkan manfaat dari tulisan kita.
Semoga, Aamiin.
*Kampung
Jambatan, 20 Juni 2013