Penulis : Danarto,
Seno Subawajid, dkk
Cetakan : Pertama,
November 2002
Penerbit : Penerbit
Buku Kompas
Tebal : xxviii+108
halaman; 14 cm x 21 cm
ISBN : 979-709-050-7
Tema puasa
Ramadan dan Lebaran sungguh tak akan pernah habis untuk dibahas. Beragam cerita
telah disuguhkan oleh para penulis di Tanah Air, mulai dari memaknai Ramadan,
cerita seputar mudik dan aktivitas yang biasa kita lihat dalam momen suci bagi
umat Islam ini.
Begitu pula
yang disuguhkan oleh kumpulan cerpen ini. Temanya umum, namun sudut pandang
dalam memaknainya yang berbeda. Kalau biasanya, cerpen-cerpen Ramadan dan
Lebaran berisi tentang bulan suci yang menggojlok keimanan dan ketakwaan, lalu
ditutup oleh hari penuh kemenangan, di sini para penulis memaparkan bahwa momen
puasa dan lebaran membawa problem baru bagi umat Islam Indonesia.
Para penulis di
buku ini adalah sastrawan yang sudah mempunyai nama di ranah literasi dan
sastra Indonesia. Sebutlah Danarto, AA Navis, Hamsad Rangkuti, Umar Kayam,
Taufik Ikram Jamil, Yusrizal KW, Gus tf Sakai, Yanusa Nugroho, Senu Subawajid
dan Jujur Prananto.
Dengan kata
pengantar oleh Maman S Mahayana –sebuah pengantar yang amat panjang, sudah
dapat ditebak kualitas cerpen-cerpen dalam kumcer ini. Apatah lagi yang harus
diragukan?
“…antologi
dalam cerpen ini penting artinya sebagai usaha melihat, betapa sesungguhnya
umat Islam Indonesia sama sekali tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh
lingkungan social-budaya yang melahirkan dan membesarkannya. Yang kemudian
tampak ke permukaan adalah umat Islam Indonesia yang lengkap dengan kulturnya
yang tidak hitam-putih. ada warna pelangi di sana, yang sekaligus sebagai
potret keindonesiaan yang pluralis dan heterogen… Dalam konteks itulah,
antologi cerpen ini justru penting sebagai sebuah cermin yang diharapkan dapat
menggugah kita untuk melakukan pemaknaan kembali konsep puasa, lebaran dan
mudik, dalam kerangka solidaritas social…” Maman
S Mahayana, sinopsis.
Beliau membagi
ke-11 cerpen ini ke dalam dua kelompok. Pertama, yang menempatkan puasa dan
lebaran sebagai bulan yang penuh barokah atau menyimpan kisah-kisah gaib –hal. xi.
Kedua, secara konvensional menampilkan puasa dan lebaran melalui kacamata
sosio-kultural –hal. xi.
Kelompok pertama, direpresentasikan oleh cerpen “Lailatul Qadar” (Danarto), “Kurma” (Yanusa Nugroho), “Reuni” (Hamsad Rangkuti), “Tamu yang datang di Hari Lebaran” (AA Navis), dan “Gambar Bertulisan ‘Kereta Lebaran’” (Gus tf Sakai). Sedangkan kelompok kedua, “Puasa Itu” (Senu Subawajid), “Tiga Butir Kurma per Kepala” (Yusrizal KW), “Menjelang Lebaran” (Umar Kayam), “Malam Takbir” (Hamsad Rangkuti), “Lebaran” (Taufik Ikram Jamil), dan “Jakarta Sunyi Sekali di Malam Hari” (Jujur Prananto).
Dari judulnya,
kental sekali suasana Ramadan dan Lebaran yang menjadi tema utama. Namun isinya
sungguh mengejutkan, penulisnya memakai intuisi yang tak biasa. Apalagi dengan
nama koran Kompas yang kita tahu sendiri, kualitas cerpen-cerpennya tiap hari
Ahad.
Dengan gaya
kepenulisan masing-masing, cerpen yang ada dalam kumcer ini begitu menarik,
sebagai renungan bahwa di negara ini, puasa dan lebaran membawa masalah lain
yang belum selesai sampai saat ini selain keberkahan dan kekhusyuan dalam
menyambut kedua momen itu.
Bandung, 31
Juli 2014
0 comments