KARYA SASTRA DAN MILAD SAYA

By Abdullah Abus - 1:06 AM

Oleh : Abdullah Abus


Sebuah Karya Sastra Dalam Jiwa

Ketika ditanyakan tentang karya sastra (dahulu kala ketika saya masih jahil tentang apapun), tentu saya tidak tahu. Karena yang saya tahu hanya buku pelajaran, buku tulis dan novel Harry Potter dan Sherlock Holmes. Karya sastra adalah sesuatu yang baru bagi saya. Mungkin dulu pernah diajarkan guru di sekolah walaupun jujur saja, saya tidak bisa lagi ingat pelajaran di sekolah dulu.

Terlalu banyak penumpukan dalam otak saya, dipadu dengan kepolosan yang sangat kentara, mampus sudah saya. Jangankan menulis, membaca saja malas. Mending main ke warnet, buka friendster (belum zaman facebook apalagi twitter) atau download video konser Muse, Avenged Sevenfold, Bullet For My Valentine, L'Arc en Ciel dan banyak musik2 lainnya. Atau bermain PS 1-2 dan Counter Strike di tempat game online.

Karya sastra, kini memiliki arti tersendiri dalam hidup saya. Saya penikmat sastra? Iya, tapi tak ingin sampai di situ saja. Saya ingin jadi pemainnya pula! Semisal, nonton Persib terus tapi gak pernah main di lapangan (dan memang saya gak bisa main bola), seperti sayur tanpa garam (Royco itu kebanyakan MSG-nya, tapi da enak kan). Maka, saya memutuskan ingin menjadi seorang penulis (seorang da'i adalah cita-cita utama pula). Panggillah saya dengan sebutan Kang Penulis atau Kang Ustat (Usaha Taat- menyitir ucapan Salman al Jugjawy alias Sakti eks SO7).

Sebuah karya sastra, tentu membuat butek otak saya yang memang jarang baca cerita dengan kemahiran tingkat tinggi seperti itu. Saya terlalu sering mengerutkan dahi saat membacanya. Mencoba mencari maknanya dengan wawasan saya yang rasanya sebutir debu pun tak ada. Akhirnya, melalui beberapa sahabat di komunitas literasi, saya bisa mengenalnya (karya sastra benaran)! Mengenal, tapi belum bisa mendalami. 

Apatah membuat, mustahil lah (apakah ini terlalu pesimis?).
Tapi, saya sering merenung, semenjak saya berkecimpung dalam dunia sastra, pengembangan diri ini sungguh meningkat drastis! Sehingga, saya mengatakan pada seorang teman bahwa, "Buku motivasi saya adalah buku sastra!"

Saya menemukan dunia yang rasanya sreg di hati. Menjajal dunia musik di usia muda, gagal total lah saya. Tentu saja saya hanya menjadi penikmat musik (malah untuk saat ini, saya jarang sekali dengar musik). Tapi begitu berhadapan dengan karya sastra, saya luluh. Menangis tersedu-sedu dan mengucap "Hamdan wa syukran Lillah!"

Sebuah karya sastra, menurut saya, membuat saya menjadi lebih kritis, kreatif dan cerdas. Itu adalah pengalaman yang saya dapatkan, entahlah bagi kekawan yang lain.

Dari karya sastra, saya mendapati Pak Putu Wijaya dan Pak (Alm.) Kuntowijoyo menjadi kiblat saya dalam tiap karya. Kok sastrawannya dalam negeri semua? Ingatlah semboyan: Cintailah Ploduk-Ploduk Indonesia! Haha! Ah, tentu saja saya baca karya sastra Impor juga. Tak hanya dalam negeri. Lagian, sastrawan dunia belum nemu yang pas.

Milad ke-xx Saya

Beberapa saat yang lalu, saya bermilad umur ke-xx. Terasa sudah tua, tapi otak masih kosong melompong (ups, negative sentence, ralat; wawasannya masih kurang). Ah, kedewasaan ditentukan oleh pengalaman, ilmu, wawasan dan pemahaman yang ia miliki, bukan umur. Melalui komunitas literasi, saya tumbuh. Tentunya pengalaman organisasi saya buruk, hanya pernah ikut2an TARKA (Taruna Karya/Karang Taruna), yang itupun terkadang ada atau tiada. Tapi, maafi musykil, toh saya tetap ada di komunitas itu, gak hancur (apanya yang hancur?)

Milad ini menjadi perenungan panjang, apatah tahun ini. Sungguh mengharukan. Tentu mengharukan dalam suka dan duka. Pertemuan dan perpisahan berpadu menjelma kenangan yang terasa bagaikan hembusan angin di zaman yang menuntut segala sesuatu harus instan.

Melalui karya sastra, saya tumbuh. Tujuan pertama adalah menjadi manusia setengah dewa alias wawasannya di atas orang rata-rata dengan cara memperbanyak membaca dan mengalami suatu peristiwa atau hal2 yang baru. Bahkan cerita ihwal kisah hidup Ibrahim Datuk Tan Malaka pun saya baca. Saya terharu dengan perjuangan beliau yang harus tersungkur oleh negeri yang ia cintai.

Nah, itu bisa menjadi wawasan baru bagi saya atau bagi siapapun yang mau membacanya. Saya membaca apapun (tentu saja dalam koridor menelaah dan tak membaca sesuatu yang membikin saya keder waktu baca) dengan terburu-buru, karena rasanya mengejar ketertinggalan saya dalam banyak hal membuat saya masih menangis tersedu. 

Yap, saya pun ingin mengembangkan sastra profetik sesuai dengan gaya dan idealisme saya di dalam karya. Mungkin bisa tergolong surealis karena saya suka ranah itu, tapi realis pun saya coba jajal. Yang penting, tetap profetik. Terinspirasi oleh Pak Putu Wijaya dan Pak (Alm.) Kuntowijoyo dalam karya saya, maka saya mencoba meramunya sesuai dengan kemampuan saya. Semoga novel atau cerpen-cerpennya cepat jadi.

Sedikit tambahan, mungkin saya mulai suka pula dengan And The Mountains Echoed karya Khaled Hosseini yang saya rasa beliau pandai mendongeng. Ah, siapapun itu yang penting karya saya membawa kebaikan dalam hidup saya dan orang lain.
Mohon doa restunya!

Oh, iya, selamat ulang tahun untuk diri saya!

Di warnet dan buru2 pula nulisnya, takut waktunya keburu habis
Bandung, 24 Agustus 2013

  • Share:

You Might Also Like

0 comments