Oleh : Abdullah
Abus
Mungkin tema
ini sudah banyak yang nulis. Tapi, tak apalah. Toh, setiap orang bebas untuk
menulis tema yang sama, tapi dengan tulisannya masing-masing.
Saya senang
sekali dengan novel. Lebih menyukainya daripada cerpen dan puisi. Bukan berarti
saya gak suka dengan cerpen dan puisi. Karena bagi saya, novel lebih panjang,
bikin penasaran dan baru beres minimal 2 hari (saya kurang suka menghabiskan
sebuah novel dalam satu hari). Jadi, saya akan tertarik dan penasaran apa lanjutan
ceritanya. Dan menurut sebuah penelitian dalam sebuah buku yang saya baca, bahwa
cerita –terutama novel– bisa membuat otak menjadi tajam dan kreatif. Karena
rasa penasaran akan kelanjutan cerita tersebut, tak jarang otak ini akan
meminta kita untuk menebak atau membayangkan lanjutannya (begitulah kira2, maaf
kalau misalnya salah).
Yap, cita-cita
saya di dunia literasi adalah menerbitkan sebuah novel. Bukan masalah dapat
royalti atau difilmkan (tapi kalau dapat juga, terima sajalah :p ). Tapi ada
sebuah kepuasan tersendiri yang menyeruak ke dalam aliran darah (apaan ini).
Senang saat melihat nama saya terpampang di rak toko buku atau perpus atau
rumah teman. Apalagi di rumah sastrawan ternama. Bahkan bahagia bila novel saya
bermanfaat. Yang paling utama adalah terhadap diri saya sendiri. Karena bagi
saya, segala tulisan atau nasihat yang saya buat/katakan merupakan hantaman
(teror mental, mungkin) untuk diri saya sendiri. Tulisan/masihat itu tak akan
terasa ruh-nya bila orang tersebut
hanya sekadar berkicau, tapi tak melaksanakan (termasuk saya juga, mungkin,
semoga Allah melindungi saya).
Novel yang saya
sukai, selama isinya tidak merusak diri saya (karena tak sedikit sebuah novel
merusak si pembaca bila dia kurang kritis atau dalam kata lain pengetahuannya
terlalu minim, sepositif apapun novel itu). tapi tak semua juga say abaca.
Karena ada beberapa novel yang baru dibaca satu halaman atau satu bagian, sudah
malas meneruskan karena tahu kalau novel itu akan membosankan. Atau karena
sebuah alasan lain pula, jadi tak say abaca.
Ah, jadi
ngelantur.
Oke, saya punya
satu novel yang sudah rampung. Jelek dan berantakan isinya. Panjang sekali
pula, kira2 300 halaman lebih A4 3333. Itupun satu spasi. Entah berapa panjang
kalau 1,5 spasi. Saya pun tak sampai hati membacanya lagi. Hahaha! Novel itu berjudul
“Senandung Kisah Cinta”, rampung dalam satu tahun (2011-2012), karena saya tak
punya komputer/laptop sendiri. Jangan tanyakan novel itu lagi, oke! Nantilah
ada saatnya. :D
Saya merasa
kesungguhan dalam membuat novel sangaaat dibutuhkan. Saya suka membaca “Behind
the Scene” seorang penulis novel saat mencoba melahirkan karyanya. Dari
sanalah, saya belajar makna kesungguhan.
Semisal,
seorang penulis sampai begadang karena harus menyelesaikan tugas kampus/kantor
dan novel yang sedang ia garap. Ada juga seorang penulis yang menulis dan
merevisi novelnya bertahun-tahun untuk bisa menerbitkan novelnya. Ada juga yang
rela ke sana sini, pindah dari rumah yang satu ke rumah yang lain, setiap hari
untuk meminjam komputer agar novelnya bisa rampung. Ada pula penulis yang
meriset dulu selama bertahun-tahun, baru kemudian menulis novelnya. Ada lagi,
lagi dan lagi yang lainnya, yang tentu saja membuat saya gedeg-gedeg.
Uh, sungguh
saat ini napas saya masihlah pendek.
Tapi, untuk
memperpanjang napas, saya perlu latihan. Latihan yang berat nan keras agar
napas ini bisa semakin panjang bila saya menyelam (baca: merangkai cerita)
nanti. Caranya? Kerja keras dan kerja cerdas menyelesaikan sebuah novel. Bersungguh2
dalam mengerjakannya merupakan modal awal, yang bersipadan dengan kerja keras
dan kerja cerdas. Saya harus berani mengambil risikonya. Karena tak ada karya
yang luar biasa, diselesaikan oleh orang yang tidak berani mengambil risiko.
Tulisan ini,
saya buat untuk menampar diri saya sendiri. Moga-moga bermanfaat pula untuk
yang lain. Mau itu bikin novel, cerpen, puisi, essai/artikel/opini bahkan
sampai naskah drama, bila tidak disertai dengan kesungguhan+kesabaran+kerja
keras+kerja cerdas, tulisan tersebut tidak akan menjadi mutiara yang menyinari
dunia dengan kemilaunya yang indah.
Saya pengin
membuat quotes sendiri. Tak apa, ya? He.
“Seorang
penulis, bila tidak mau bersabar menjalani prosesnya, silakan tenggelam dalam
kegamangan tujuan.” (Abdullah Abus)
Quotes apaan
itu? biarlah, wong itu hereuy, kok. :p
Kabupaten
Bandung, 31 Januari 2014
0 comments