NOVELLLEVON

By Abdullah Abus - 6:13 AM

Oleh : Abdullah Abus


Mungkin tema ini sudah banyak yang nulis. Tapi, tak apalah. Toh, setiap orang bebas untuk menulis tema yang sama, tapi dengan tulisannya masing-masing.
Saya senang sekali dengan novel. Lebih menyukainya daripada cerpen dan puisi. Bukan berarti saya gak suka dengan cerpen dan puisi. Karena bagi saya, novel lebih panjang, bikin penasaran dan baru beres minimal 2 hari (saya kurang suka menghabiskan sebuah novel dalam satu hari). Jadi, saya akan tertarik dan penasaran apa lanjutan ceritanya. Dan menurut sebuah penelitian dalam sebuah buku yang saya baca, bahwa cerita –terutama novel– bisa membuat otak menjadi tajam dan kreatif. Karena rasa penasaran akan kelanjutan cerita tersebut, tak jarang otak ini akan meminta kita untuk menebak atau membayangkan lanjutannya (begitulah kira2, maaf kalau misalnya salah).
Yap, cita-cita saya di dunia literasi adalah menerbitkan sebuah novel. Bukan masalah dapat royalti atau difilmkan (tapi kalau dapat juga, terima sajalah :p ). Tapi ada sebuah kepuasan tersendiri yang menyeruak ke dalam aliran darah (apaan ini). Senang saat melihat nama saya terpampang di rak toko buku atau perpus atau rumah teman. Apalagi di rumah sastrawan ternama. Bahkan bahagia bila novel saya bermanfaat. Yang paling utama adalah terhadap diri saya sendiri. Karena bagi saya, segala tulisan atau nasihat yang saya buat/katakan merupakan hantaman (teror mental, mungkin) untuk diri saya sendiri. Tulisan/masihat itu tak akan terasa ruh-nya bila orang tersebut hanya sekadar berkicau, tapi tak melaksanakan (termasuk saya juga, mungkin, semoga Allah melindungi saya).
Novel yang saya sukai, selama isinya tidak merusak diri saya (karena tak sedikit sebuah novel merusak si pembaca bila dia kurang kritis atau dalam kata lain pengetahuannya terlalu minim, sepositif apapun novel itu). tapi tak semua juga say abaca. Karena ada beberapa novel yang baru dibaca satu halaman atau satu bagian, sudah malas meneruskan karena tahu kalau novel itu akan membosankan. Atau karena sebuah alasan lain pula, jadi tak say abaca.
Ah, jadi ngelantur.
Oke, saya punya satu novel yang sudah rampung. Jelek dan berantakan isinya. Panjang sekali pula, kira2 300 halaman lebih A4 3333. Itupun satu spasi. Entah berapa panjang kalau 1,5 spasi. Saya pun tak sampai hati membacanya lagi. Hahaha! Novel itu berjudul “Senandung Kisah Cinta”, rampung dalam satu tahun (2011-2012), karena saya tak punya komputer/laptop sendiri. Jangan tanyakan novel itu lagi, oke! Nantilah ada saatnya. :D
Saya merasa kesungguhan dalam membuat novel sangaaat dibutuhkan. Saya suka membaca “Behind the Scene” seorang penulis novel saat mencoba melahirkan karyanya. Dari sanalah, saya belajar makna kesungguhan.
Semisal, seorang penulis sampai begadang karena harus menyelesaikan tugas kampus/kantor dan novel yang sedang ia garap. Ada juga seorang penulis yang menulis dan merevisi novelnya bertahun-tahun untuk bisa menerbitkan novelnya. Ada juga yang rela ke sana sini, pindah dari rumah yang satu ke rumah yang lain, setiap hari untuk meminjam komputer agar novelnya bisa rampung. Ada pula penulis yang meriset dulu selama bertahun-tahun, baru kemudian menulis novelnya. Ada lagi, lagi dan lagi yang lainnya, yang tentu saja membuat saya gedeg-gedeg.
Uh, sungguh saat ini napas saya masihlah pendek.
Tapi, untuk memperpanjang napas, saya perlu latihan. Latihan yang berat nan keras agar napas ini bisa semakin panjang bila saya menyelam (baca: merangkai cerita) nanti. Caranya? Kerja keras dan kerja cerdas menyelesaikan sebuah novel. Bersungguh2 dalam mengerjakannya merupakan modal awal, yang bersipadan dengan kerja keras dan kerja cerdas. Saya harus berani mengambil risikonya. Karena tak ada karya yang luar biasa, diselesaikan oleh orang yang tidak berani mengambil risiko.
Tulisan ini, saya buat untuk menampar diri saya sendiri. Moga-moga bermanfaat pula untuk yang lain. Mau itu bikin novel, cerpen, puisi, essai/artikel/opini bahkan sampai naskah drama, bila tidak disertai dengan kesungguhan+kesabaran+kerja keras+kerja cerdas, tulisan tersebut tidak akan menjadi mutiara yang menyinari dunia dengan kemilaunya yang indah.
Saya pengin membuat quotes sendiri. Tak apa, ya? He.
“Seorang penulis, bila tidak mau bersabar menjalani prosesnya, silakan tenggelam dalam kegamangan tujuan.” (Abdullah Abus)
Quotes apaan itu? biarlah, wong itu hereuy, kok. :p



Kabupaten Bandung, 31 Januari 2014

  • Share:

You Might Also Like

0 comments