Oleh: Abdullah Abus
Sebagai lulusan non akademisi, saya pernah ditanya kritis oleh seorang lulusan S2. Karena saya bilang bergabung di sebuah komunitas literasi, maka saya 'diinterogasi' olehnya. Saya yang masih bodoh teori sastra ini, ditanya-tanya perkara teori sastra olehnya. Bisa diketahui reaksi saya, banyak ngeles. Lol.
Menjadi ahli di zaman sekarang, kelihatannya mudah. Cukup baca beberapa buku, sudah jadi ahli. Eh, mengaku-aku jadi ahli lebih tepatnya. Semua ahli berkumpul di Indonesia (atau lebih tepatnya negara medsos Indonesia). Beruntung saya tidak mengaku-aku, karena untuk diakui tak perlu mengaku-aku. Mengkamu-kamu aja atuh.
Saya pengin menjadi ahli, walaupun akhirnya bingung sendiri. Saya berada di komunitas sastra, pengin menjadi ahli di sana. Tapi saya masih baru. Saya pernah belajar bahasa Arab, pengin menjadi ahli di sana. Tapi godaannya besar untuk tidak menambah ilmu di bahasa Arab (mengesalkan bukan?).
Masih sekadar pengin, itu saya. Lol. Banyak alasan.
Biasanya orang-orang membuka Facebook untuk menjadi ahli. Saya sendiri membuka Facebook (sekarang mah) hanya untuk membaca status ustaz-ustaz yang saya ikuti, atau akun-akun keren (menurut saya). Untuk Instagram, hanya saya baca 5 foto lalu saya tutup.
Saya tahu, menjadi ahli perlu waktu bertahun-tahun. Namun, saya pengin menjadi salah satu dari itu. Semoga saya bisa menjadi salah satunya, ahli sastra atau bahasa Arab atau keduanya. Siapa tahu, kan?
Salam.
26 April 2018
Sebagai lulusan non akademisi, saya pernah ditanya kritis oleh seorang lulusan S2. Karena saya bilang bergabung di sebuah komunitas literasi, maka saya 'diinterogasi' olehnya. Saya yang masih bodoh teori sastra ini, ditanya-tanya perkara teori sastra olehnya. Bisa diketahui reaksi saya, banyak ngeles. Lol.
Menjadi ahli di zaman sekarang, kelihatannya mudah. Cukup baca beberapa buku, sudah jadi ahli. Eh, mengaku-aku jadi ahli lebih tepatnya. Semua ahli berkumpul di Indonesia (atau lebih tepatnya negara medsos Indonesia). Beruntung saya tidak mengaku-aku, karena untuk diakui tak perlu mengaku-aku. Mengkamu-kamu aja atuh.
Saya pengin menjadi ahli, walaupun akhirnya bingung sendiri. Saya berada di komunitas sastra, pengin menjadi ahli di sana. Tapi saya masih baru. Saya pernah belajar bahasa Arab, pengin menjadi ahli di sana. Tapi godaannya besar untuk tidak menambah ilmu di bahasa Arab (mengesalkan bukan?).
Masih sekadar pengin, itu saya. Lol. Banyak alasan.
Biasanya orang-orang membuka Facebook untuk menjadi ahli. Saya sendiri membuka Facebook (sekarang mah) hanya untuk membaca status ustaz-ustaz yang saya ikuti, atau akun-akun keren (menurut saya). Untuk Instagram, hanya saya baca 5 foto lalu saya tutup.
Saya tahu, menjadi ahli perlu waktu bertahun-tahun. Namun, saya pengin menjadi salah satu dari itu. Semoga saya bisa menjadi salah satunya, ahli sastra atau bahasa Arab atau keduanya. Siapa tahu, kan?
Salam.
26 April 2018