Oleh : Abdullah
Abus
Oke, pertama
saya mengenal (karya) beliau tahun 2012 (kalau tidak salah, atau 2011 ya? Lupa)
dari seorang sahabat. Dia bilang lagu “Menjadi Diriku” bisa membuat saya lebih
optimis di tengah rasa minder saya (dulu). Saya lalu mencarinya di warnet
(internet maksudnya), mengunduhnya lalu memasukkannya ke sebuah mp3 player
jadul (yang sekarang sudah rusak).
Sungguh, saya
menyukai liriknya. Musiknya pun enak. Tapi jujur saja, tak banyak membantu saya
dalam mengangkat rasa optimis saya (ampun ya, Na :D ). Saya masih sama. Tapi
dampaknya, saya mencari-cari lagunya. Semuanya! Dapatlah, semua terkumpul di
dalam mp3 player (ingat, jadul ya!). Tapi data-data itu sempat hilang karena
terhapus oleh saudara saya. -_-
Saya sempat
pengin marah, tapi untuk apa marah karena itu? Tiadalah guna. Toh, bisa diunduh
lagi, gampang kan.
Apakah setelah
itu saya mencari lagu-lagunya lagi? Untuk dimasukkan ke dalam mp3 player
(jadul, oke)? Jawabannya adalah: Tidak. Masa-masa itu, atensi saya pada musik
(apapun jenisnya) berkurang drastis. Bukan karena saya benci musik, hanya
merasa bosan saja. Saya memang cepat bosan orangnya (mengingat Sanguin saya
yang gak terkontrol -_- ). Makanya banyak naskah cerpen dan novel yang ngegantung
karena malah mementingkan naskah yang baru daripada menyelesaikan naskah yang
belum selesai (contoh buruk, jangan ditiru :D ).
Masa-masa itu
(sampai sekarang sih), saya hanya bisa bertahan mendengar sebuah musik 1-3 hari
saja (dengan rasa antusias yang tinggi). Setelah itu, saya hapus. Makanya, saya
lebih suka dengar musik dari radio. Gak bisa dihapus, jarang-jarang pula
lagunya. Seminggu sekali itu juga. Dari radio yang satu pula, gak ganti-ganti.
Oke, lanjut. Saya
sempat kaget saat mendengar beliau masuk rumah sakit ketika sedang mendengar MQ
Fm. Katanya beliau sakit maag akut, sudah parah. Lalu koma.
Terbayang oleh
saya akan diri beliau (belum pernah lihat sih, tapi ya dibayangkan saja karena
ada gambar orangnya) terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Saya doakan
agar beliau cepat sehat. Sempat terpikir bahwa sakitnya pasti hanya biasa saja.
Beberapa minggu kemudian pasti sudah pulang. Padahal saat itu beliau sedang
senang-senangnya promo album ketiga mereka “LOVE” dan memproses sebuah novel
karya beliau sendiri (yang katanya sudah siap untuk diterbitkan –tahu dari
status Kang Irfan Hidayatullah).
Sempat pula sih
terpincut oleh senandung “7 Surga” dan “Kau Ditakdirkan Untukku” beliau,
walaupun itu hanya sekejap. Waktu terus berjalan, saya pikir beliau sudah
sembuh.
Hingga suatu
hari, tepatnya tanggal 30 Desember 2013 malam. Saya sedang ngewarnet (rutinitas
tetap tiap malam Selasa kalau gak hujan, karena waktu luangnya cuma itu malam
:D ). Biasa, update ini dan itu. begini begitu. Begene begono. Dan lain hal
yang tak perlu diketahui oleh kalian semua kalau saya sering melihat video
Islami bahkan mengunduhnya (eh :p ).
Saat sedang
komen status seorang sahabat (Kang HD lah, kasih namanya biar narsis :p ),
berita itu datang.
‘Kang Deden edCoustic meninggal tadi pukul
20.15 di RS al Islam.’
Saya kaget
sekali, merinding pula. Saya gak langsung percaya. Masak iya, hanya karena maag
akut, bisa meninggal? Segera saya cek MQ Fm.
Masya Allah,
berita itu benar! Saya sempat termenung beberapa saat. Lalu terasa ada yang
menohok ke dalam hati ini. Rasa kehilangan yang mendalam sungguh merawankan
hati saya. Padahal saya gak mengenal beliau, lho. Dengar lagunya pun jarang
banget. Tapi?
Ah, Qadarullah,
saya bisa mengetahui update berita beliau mulai dari masuk rumah sakit hingga
menghembuskan nafas terakhirnya.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa ‘afihi
wa’fuanhu.
Saya salat gaib
untuk beliau keesokan harinya, juga dengan rasa kehilangan yang dalam.
Kenapa bisa
begini, ya?
Atau mungkin
karena saya sempat memasukkan edCoustic ke dalam novel pertama saya (yang
sangat panjang dan membuat saya menyeringai membacanya), sehingga itu terjadi?
Saya ceritakan mereka sedang menyanyikan senandung “Duhai Pendampingku”, bersama
SNADA di sebuah walimahan (berkhayalnya terlalu jauh, untuk cerita bersetting
di tempat yang menjorok ke arah perkampungan biasa –not for free publish, mereun :p
)
Jadi...,
Wallahu a’lam.
Ah, bila
teringat oleh senandung Muhasabah Cinta, sepertinya itu memang menceritakan
tentang diri beliau sendiri. Sakitnya dan rindunya.
“Sakit yang
kurasa biar jadi penawar dosaku - Tuhan, kuatkan aku, lindungiku dari putus
asa. Bila kuharus mati, pertemukan aku dengan-Mu.”
Beliau sempat
bermimpi dikafani dan dimasukkan ke liang lahat sebulan sebelum sakit, masya
Allah. Merinding jadinya.
Selamat jalan
Kang Aden, semoga Allah mengampuni semua dosamu dan karya-karyamu bermanfaat
untuk banyak orang. Aamiin.
edCoustic - Ku Pergi
“Tiga hari terakhir
Kucoba putuskan semuanya
Maaf kuharus pergi
Karena kuyakin ini takdirku
Kesempatan hanya sekali
Kuraih apa yang terbaik
untukku
Pergi
Ku pergi
Meninggalkan untuk masa depan nanti
Dan entah kapan
Lama kubertahan di sana
nanti
Aku pergi
Berat yang kurasakan
Meninggalkan semua di sini
Namun kuharus pergi
Demi mimpi-mimpiku selama ini”
Terkabul...
Catatan
Sedihku, Sabtu 4 Januari 2014
0 comments