Oleh: Abdullah Abus
Pertama deg-degan, karena baru pertama kali ke rumah mertua, eh bukan, tapi ke Garut untuk melaksanakan tugas dari ma'had Al Imarat. Tentu akan jadi perjalanan yang menarik. Kami berkumpul di ma'had dari jam 7 dan berangkat jam 11 siang (tergantung kelompoknya sih). Sungguh menarik.
Setelah semua siap dan amplop pun terisi penuh, kami berangkat. Kelompok kami mayoritas memakai umum, yakni mobil Elf sementara saya berdua memakai sepeda motor, nama teman saya adalah (sebut aja Jundi). Sungguh melelahkan, karena saya harus membawa beban yang amat banyak di punggung dan di pangkuan. Tapi saya tidak akan lapor polisi, toh saya tidak cemen. Lol.
Jam setengah satu siang, kami baru sampai Nagreg. Alhamdulillah perjalanan lancar, tak ada macet yang berarti. Wah, selamat datang di Kabupaten Garut!
Kami berdua harus menuju PD Ormas Islam ternama (disamarkan) di sana. Sempat salah jalan dan ditipu oleh Google Map (maaf, tapi terkadang gak sesuai dengan kenyataan). Tapi berkat Google Map juga, kami sampai ke tujuan. Maka, saya tidak jadi menyumpahi aplikasi ini. Good job ya Khoritoh Google!
Di sana, kami didata oleh salah satu ustaz mengenai nama dan masjid yang dituju. Kami menunggu selama tiga jam kurang lebih. Sempat terjadi pengalihan lokasi. Kami berdua (saya dan Jundi) yang seharusnya ditempatkan di Tarogong Kidul, akan dipindahkan. Tapi ternyata Allah berkehendak lain, kami tetap di lokasi yang dituju karena masjid tersebut sudah akan ditempati kawan yang lain. Maka, kami terima.
Ala kulli hal, saya sampai di masjid Al Furqon, sebuah masjid sederhana dengan jamaah yang sederhana pula. Masjidnya berwarna hijau (I like a green), suasana di dalam nyaman. Sayangnya, saya datang tidak ada siapa-siapa. Pengurus atau anak kecil pun tak ada. Sementara waktu berbuka hampir tiba (gagal fokus wa).
Alhamdulillah, pengurus datang dan kami berkenalan. Sungguh, rasanya nama kami berdua begitu mirip. Maka obrolan terjadi, dan takjil sudah tersedia, maka saya mau tidak mau namun harus, mencicipi teh panas dan lontong. Alhamdulillah, berbuka.
Ada yang menarik, sebelum berangkat ke lokasi, saya menelepon DKM, meminta izin untuk sowan. Langsung deh ditodong, "Oke, nanti saya siapkan jadwal kalau antum bakal kultum hari ini sembari ta'aruf."
Wah, kaget saya. Singkat cerita, akhirnya saya tidak jadi kultum, hanya ta'aruf saja. Dan terbukti kalau di ceramah sebelum tarawih, saya hanya memperkenalkan diri. Tanpa memberikan kultum yang belum siap saya lakukan.
Alhamdulillah, warga ramah semua dan suasana masjid nyaman.
Akhirnya pada waktu malam hari, saya tidur di masjid karena ruangan untuk tidur sedang ditenovasi. Katanya esok hari akan selesai.
Baiklah, saya ambil sarung dan cari posisi nyaman.
Maka, saya pun terlelap dalam tidur.
***
Apa mau dikata, bukan karena saya jarang jalan-jalan keluar kota sih, tapi memang seperti itu. Namun ada momen-momen asyik saat berinteraksi dengan masyarakat. Nah, karena saya anak baik, tentu saya lebih banyak mendengar daripada berbicara. Apalagi ketika melihat anak-anaknya, unyu-unyu banget sampai kesal dibuatnya dan saya pribadi merasa ngeri.
Biasanya cerita itu serunya di awal dan di akhir. Tapi masak catatan ini hanya berisi awal dan akhir. Karena hanya Allah Zat yang Mahasempurna. Lol. Jadi, secara singkat saja.
Lima hari pertama, hanya beberapa kejadian saja yang menarik untuk diceritakan. Pertama saat merasakan pertama kali buka bersama tiap hari di masjid. Selalu ada gorengan seperti bala-bala, gehu dan lepeut (lontong) plus air teh. Mereka tidak begitu antusias saat diberikan buah kurma. Entah karena merasa buahnya terlalu manis atau wajah saya yang terlalu pahit *skip.
Kedua, menjadi imam salat tarawih. Okelah, kalau harus jadi imam salat lima waktu, tidak masalah. Apalagi Zuhur dan Asar, favorit kan. Namun, saat suara harus dikeraskan, terkadang saya masih kaku. Jujur saja, saya memang tampan, eh bukan, jarang sekali menjadi imam salat yang suaranya dikeraskan.
Maka, pabaliut lah (campur aduk kira-kira atau kacau balau) saat membaca surat. Padahal pendek suratnya, tapi ada yang tertukar atau sempat lupa. Yah, namanya juga belajar. Entah memang deg-degan karena bawaan banyak orang yang dengar. Hebatnya, saat salat dimulai dan suara merdu saya dikeluarkan, jamaah tidak berkomentar apapun. Hebat kan. Saya teruskan saja, delapan rakaat yang tidak lama sih. Namun seru.
Ada pula kegiatan Pesantren Kilat yang diadakan DKM, sekali lagi harus berurusan dengan anak-anak. Saya suka anak-anak, hanya saja saya belum punya anak *skip. Jadwal mengajar hanya hari Jumat, Sabtu dan Ahad. Jadi hari lainnya saya hanya menjadi badal.
Lima hari pertama, menyenangkan.
Berjalan ke sana kemari saat pagi menyapa. Karena tak banyak warga yang keluar rumah, tentu saya menyapa matahari saja. Sayangnya, matahari seolah ngacangin saya. Malah menambah intensitas sorot cahayanya. Mungkin ngambek. Lama kelamaan makin panas.
Tentu banyak kisah yang terjadi. Hanya saja, tak perlu banyak-banyak. Karena hari-hari selanjutnya pun begitu menyenangkan.
Kenangan Garut dalam Kepala, 1 Juli 2016
0 comments